Demi Indonesia, FIFA Bentuk Tim Ad-Hoc
Delegasi FIFA sambangi kantor PSSI dan bahas nasib sepakbola Indonesia.
FIFA kembali tunjukkan niat baiknya buat benahi sepakbola Indonesia yang tengah dijatuhi sanksi. Mereka segera bentuk tim Ad-Hoc dengan target pencabutan sanksi terhadap sepakbola Indonesia.
Kegalauan terus usik sepakbola Indonesia. Semua berawal dari SK berisi sanksi administratif dari Menpora Imam Nahrawi terhadap PSSI. Akibatnya, kompetisi di berbagai level tak bisa diputar. Berbagai program yang tengah digencarkan PSSI buat benahi sepakbola Indonesia pun terhenti.
Keputusan hentikan semua kegiatan itu bukan tanpa alasan. Soal kompetisi, Komite Eksekutif PSSI terpaksa ambil keputusan radikal seperti itu karena kondisi force majeure. Itu karena Menpora desak Kapolri agar tak keluarkan izin keramaian bagi klub.
Berbagai cara sudah dilakukan PSSI demi selamatkan sepakbola Indonesia. Sayang, niat baik mereka selalu terbentur kepentingan pribadi sejumlah pihak. Ujungnya, FIFA jatuhkan sanksi terhadap sepakbola Indonesia per 30 Mei 2015.
Keputusan diambil karena FIFA melihat pemerintah ikut campur dalam kegiatan sepakbola Indonesia. Padahal, sesuai statuta, FIFA melarang pihak ke-3 campuri segala urusan federasi sepakbola di negara mana pun yang jadi anggota FIFA, termasuk Indonesia. FIFA sempat berikan batas waktu hingga 29 Mei 2015 agar Menpora hentikan intervensinya. Toh, seruan itu tak digubris.
Kompetisi terhenti, banyak pihak menderita, terutama yang selama ini berkecimpung langsung di lingkup sepakbola nasonal. Para pemain, pelatih, penjual jersey, tukang parkir, dan masih banyak lagi pihak yang dipaksa putar otak cari sumber penghasilan lain.
Betul, sejumlah pihak coba bantu dengan gulir turnamen agar para pelaku sepakbola Indonesia tak menganggur. Tapi, itu bukan solusi sesungguhnya yang diharapkan para pelaku sepakbola nasional. Mereka lebih menginginkan kompetisi regular kembali diputar.
Situasi itu mendorong delegasi FIFA dan AFC berkunjung ke Jakarta. Diwakili Kohzo Tashima, Tengku Abdullah bin Sultan Ahmad Shah, Mariano Araneta, James Johnson, Sanjeevan, dan John Windsor, mereka gelar pertemuan dengan sejumlah pihak, termasuk PSSI, PT Liga Indonesia (LI), perwakilan Asosiasi Provinsi (Asprov), media, APPI, bahkan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.
Selasa (3/11), delegasi FIFA gelar pertemuan dengan SIWO Pusat di kantor PSSI. Pertemuan juga dihadiri Dato Windsor John (AFC Acting General Secretary) dan Sanjeevan Balasingam (AFC Members Association Director). Pertemuan berlangsung setelah delegasi FIFA dan AFC bersua PT LI, APNI, dan APPSI.
"Kami datang atas undangan PSSI yang ingin benahi problem sepakbola Indonesia. Kami juga dengarkan pemerintah yang bermaksud lakukan reformasi. Kami siap membantu. Ini kasus besar yang jadi long standing issue. Concern kami buat bantu selesaikan problem ini juga sangat besar," ungkap Kohzo.
Bentuk bantuan yang diberikan adalah ciptakan tim khusus yang diwakili PSSI, stakeholder, perwakilan APPI, dan pemerintah. FIFA tetap berikan atensi terkait tim khusus itu dan susun pola reformasi yang diinginkan. Mereka juga bakal menilai apakah reformasi sepakbola yang didengungkan pemerintah sejalan dengan statuta atau sebaliknya.
Tujuan tim Ad-Hoc adalah benahi situasi sepakbola Indonesia sebelum Kongres FIFA pada Februari 2016. Momen itu bakal digunakan FIFA buat putuskan akhiri atau lanjutkan sanksi terhadap sepakbola Indonesia. Jika tak rampung hingga Februari 2016, tim Ad-Hoc tetap kawal sepakbola Indonesia hingga Mei 2016.
"Delegasi yang datang punya wewenang besar. Kami ingin mengetahui secara detail problem sepakbola Indonesia. Dengan bertemu pejabat berwenang hingga presiden, kami mengetahui Indonesia ingin segera problem itu selesai. Kami berharap ada hal positif yang bisa dilanjutkan," tandas James.
Manuver Menpora & 7 Poin Pementah
1. PSSI dan sepakbola Indonesia adalah bagian dari sepakbola dunia yang dipayungi FIFA. Ada regulasi dan statuta yang harus dihormati bersama. Upaya perbaikan tak bisa abaikan rambu-rambu yang berlaku.
2. Prestasi timnas Indonesia memang belum sesuai harapan. Tapi, itu bukan alasan buat obok-obok PSSI yang saat ini sudah on the track. Kompetisi dan timnas mulai ditata lebih baik hingga ke penjejangannya meski pengurus PSSI yang sekarang belum genap 2 tahun bekerja setelah tercabik kisruh dan dualisme 2011-2013. Bahkan, PSSI saat ini mandiri, mampu bukukan surplus dana, dan tak lagi bergantung APBN.
3. Sebaiknya Menpora tak menciptakan jalur baru yang tidak beralasan dan membuat situasi jadi tumpang tindih, bahkan langgar rambu-rambu yang berlaku global. Pembekuan PSSI jelas tak relevan, bahkan kontra produktif bagi gerak pembangunan berbasis kreativitas rakyat yang diusung Kabinet Kerja pimpin Presiden Jokowi.
4. Sesuai nama jabatannya, Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) dan bukan Menpola (Menteri Pemuda dan Sepakbola), Imam dan staf ahli Kemenpora harus berpikir dan bertindak strategis terkait olahraga nasional secara keseluruhan. Perhatikan pencapaian semua cabor Indonesia yang terus merosot di SEA Games, Asian Games, Olimpiade,
Asian Beach Games, dan single event lain. Pikirkan pula solusi atas dualisme KOI-KONI Pusat dan keberadaan Satlak Prima yang tidak efektif dan boros.
5. Menpora sebaiknya fokus berjuang yakinkan Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi buat posisikan olahraga sebagai bidang prioritas negara. Bidang lain macam pendidikan, perekonomian, maritim, dan lainnya memang penting, tapi saatnya olahraga yang bersifat multidimensi dijadikan prioritas. Olahraga itu hebat, keren, sehat, konstruktif, mempersatukan, serap tenaga kerja, dan angkat derajat bangsa jika didukung political will yang jelas dari pengelola negara.
6. Urus PSSI, kompetisi, timnas, dan banyak faktor penting lain terkait sepakbola di negeri ini tak ubahnya urus miniaturnya Indonesia. Butuh energi, dana, etos, program kerja, dan komitmen besar. Ada sejumlah kendala, termasuk soal perizinan dan infrastktur. Di sisi ini, Menpora mestinya bantu dapatkan solusi konkret.
7. Keputusan bekukan PSSI sama sekali bukan solusi bijak dan cerdas. Memperbaiki sesuatu tak harus dengan cara menghancurkan. Pembekuan PSSI adalah penghancuran. Begitu banyak yang dipertaruhkan, termasuk hajat hidup para pesepakbola, pelatih, wasit, ofisial klub sampai tukang rumput stadion, usaha apparel, dan lainnya. Yang dibutuhkan adalah perbaikan konkret dengan tetap hormati mekanisme dan rambu-rambu