"Jangan Lagi Cuma Bicara!"
HM Zuchli Imran Putra
SEPAKBOLA itu penting dan perlu. Selain keren dan membahagiakan, sepakbola adalah persahabatan dan kehormatan. Zuchli Imran Putra bilang, "Saatnya berbuat nyata. Jangan cuma bicara!"
Nama dan sosok Imran memang lebih kesohor sebagai pengacara. Di belantara sepakbola Indonesia, jatidirinya belum kelewat akrab di mata orang kebanyakan. Tapi, jangan ragukan kegilaannya dalam urusan si kulit bundar. Bahkan, tanpa banyak gembar-gembor, ia sangat intens di pembinaan usia muda.
Karena itu, Imran tak asing bagi sebagian publik yang betul-betul getol cermati perkembangan sepakbola di negeri ini. Itu karena ia sempat jadi tim manajer Persitara Jakarta Utara, Persikad Depok, dan timnas U-14 Indonesia sambil bidani klub sepakbola usia muda. Sejak 1 Januari 2012, ia pun dirikan Imran Soccer Academy (ISA).
Lewat ISA, Imran terdorong masuk ke kepengurusan PSSI dan kini jadi bagian dari Komite Etik PSSI. Begitu gandrung Imran geluti pembinaan usia muda, kesibukannya sebagai pengacara pun tak rintangi kepedulian dan aktivitasnya bagi sepakbola.
Imran, tak pelak, sudah berbuat nyata bagi sepakbola nasional. Dari dedikasi dan sepak terjangnya, ia pun ikut angkat harkat Bangsa Indonesia lewat intensitas pengiriman para pemain ISA ke berbagai event internasional. Beberapa kali malah raih prestasi yang terbilang membanggakan.
Dedikasi, penjiwaan, pengorbanan, dan kecintaannya dalam urusan sepakbola pula yang bikin Imran ikut geram terhadap manuver Menpora Imam Nahrawi. Ia kritisi pembentukan tim 9 yang bertujuan obok-obok PSSI dan berbagai pernyataan blunder Menpora.
Terkait semua itu, www.sportiplus.com beroleh kesempatan berbincang langsung dengan Imran di tengah guliran Indonesia Junior League 2015 yang libatkan 16 SSB se-Jabodetabek di Lapangan Taman Waduk Pluit, Jakarta Utara. Berikut petikannya:
Apa yang dorong Anda sebagai pengacara sibuk hingga putuskan lahirkan ISA?
ISA berawal dari kegemaran anak saya main futsal. Suatu saat, saya temani anak berlatih. Saya dengar kata-kata sang pelatih yang menurut saya tak sepantasnya diucap di depan anak-anak. Saya langsung bersikap. Saya minta anak saya berhenti latihan futsal di tempat itu. Saya anggap olahraga, termasuk sepakbola dan futsal, mestinya ajarkan nilai-nilai positif seperti persahabatan, persaudaraan, disiplin, kejujuran. Bukan malah dijadikan ajang caci maki.
Meski begitu, larangan saya tak patahkan semangat anak saya. Ia tak lantas berhenti mainkan si kulit bundar. Ia beralih ke sepakbola dan tiap main di lapangan dekat rumah. Saya pun pikirkan itu dengan serius. Saya terkenang masa muda di mana saya juga akrab dengan kegiatan sepakbola. Setelah berkarier di jalur hukum, saya malah aktif urus klub sepakbola. Tentu, saya salah jika saya larang anak main bola. Itulah yang membuat saya akhirnya dirikan ISA.
Misi utama apa yang Anda usung di ISA?
Selain teknik dasar bermain bola yang benar, ISA wajib lahirkan pemain berperilaku bagus. Nilai itu harus diasah sejak dini. Karena itu, pelatih di ISA harus bisa beri contoh bagus. Salah satunya adalah berkomunikasi dengan bahasa santun. Itu misi utama saya dirikan ISA. Buat saya, prestasi urusan berikutnya.
Anda ternyata sudah berbuat cukup banyak bagi sepakbola nasional. Apa pendapat Anda tentang pembinaan sepakbola di Tanah Air?
Belum maksimal. Tengok saja, berapa banyak SSB dan akademi sepakbola yang punya pelatih berlisensi grass root? Pelatih bagi pemain usia muda itu khusus, bukan sekadar punya lisensi pelatih. Pasalnya, bagi pemain di bawah usia 15, latihan fisik tak boleh digenjot karena justru bisa merusak. Kalau ada pelatih SSB atau akademi sepakboa yang bertanya kepada pemain soal posisi, saya sudah tahu pelatih itu pasti bukan pelatih berlisensi grass root.
Fokus pembinaan pemain berusia di bawah 15 adalah pengenalan sepakbola agar anak-anak jatuh cinta dan gembira dengan sepakbola. Mereka belum perlu dipantek buat tempati posisi kiper, bek, gelandang atau penyerang. Bebaskan mereka main di posisi mana saja yang membuat mereka senang. Di negara-negara lain yang sepakbolanya sudah maju, pemain berusia di bawah 15 cuma diajarkan passing dan kontrol bola. Setelah rasakan kegembiraan dalam sepakbola, tahap berikutnya baru diasah lebih spesifik.
Di level usia muda, sebenrnya prestasi sepakbola Indonesia di berbagai event internasional terbilang bagus. Tapi, di level lebih senior malah terbenam...
Banyak faktorpenyebab itu terjadi. Mulai pola latihan, pola makan sampai pola tidur. Satu kali latihan atau main bola rata-rata bakar kalori sampai 750. Artinya, sang pemain harus dapat asupan makanan dengan kalori lebih dari 750. Waktu tidur pun diatur. Jika tidur kelewat larut, metabolisme tubuh pasti terganggu.
Di mata Anda, sejauh mana pemerintah bagi olahraga nasional, khususnya sepakbola?
Tidak jelas. Pemerintah tak punya political will yang tegas dan konstruktif terkait bidang olahraga. Soal infrastuktur dan birokrasi pun tetap jadi hambatan di tengah upaya pembina dorong gerak maju olahraga nasional. Tengok di Spanyol. Jalan kaki 10 menit saja di sana sudah ketemu lapangan sepakbola dengan kondisi memadai. Di Indonesia, punya venue bagus macam Stadion Utama Gelora Bung Karno dan Stadion Patriot di Bekasi, Jawa Barat, birokrasi pemakaiannya luar biasa sulit dan mahal.
Pemerintah harusnya berani dan cerdas buat posisikan olahraga, termasuk sepakbola, sebagai bidang prioritas. Perkembangan olahraga dan sepakbola Indonesia butuh political will dari pemerintah. Ingat, sepakbola bukan cuma olahraga. Sepakbola itu multidimensi, konstruktif, alat pemersatu, dan mampu angkat kehormatan bangsa. Saya bisa kenal dengan banyak orang di Aceh, Papua, Maluku, dan wilayah lain lewat sepakbola. Nama Indonesia pun bisa lebih dikenal di seantero dunia berkat sepakbola.
Penilaian Anda soal kinerja PSSI saat ini dan manuver Menpora bentuk tim 9 hingga ancam cabut logo Garuda di jersey timnas Indonesia?
Menilai semua itu harus dengan etika dan fakta. Kinerja PSSI saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. PSSI sudah on the track dengan arah yang jelas. Secara obyektif, publik pun bisa lihat bagaimana PSSi jalankan organisasi dan aktivitas sepakbola nasional dengan baik kendati belum sempurna.
Ironisnya, Menpora sebagai wakil pemerintah justru terus berusaha ganggu, bahkan obok-obok, cuma dengan alasan prestasi sepakbola Indonesia buruk plus tudingan mafia bola. Raih prestasi tak bisa instan. Prestasi butuh waktu, proses, dan dukungan banyak faktor. Salah satunya infrastruktur. Faktanya, jangankan infrastruktur, dukungan positif saja diabaikan pemerintah. Sudah begitu malah tuntut prestasi hebat. Kalau Presiden RI Joko 'Jokowi' Widodo tak segera ganti Menpora, itu pertanda ada yang tidak beres di pemerintahan saat ini.
Proses pembinaan dan penciptaan prestasi butuh aksi nyata. Butuh situasi kondusif. Jangan lagi cuma bicara dan retorika. Jangan lagi gunakan cara aneh-aneh dan tak indahkan rambu-rambu. Jika tak mau dan tak mampu membantu, janganlah mengganggu.