Kemenpora Ngeyel, Komite Ad-Hoc Jengkel
Agum Gumelar, Ketua Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI.
KEMENPORA pimpinan Imam Nahrawi ngeyel. Mereka tetap emoh sertakan wakil ke Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI. Jengkel, Agum Gumelar selaku ketua komite mengaku tak habis pikir dengan itu.
Entah sampai kapan situasi buruk menjerat sepakbola Indonesia dan PSS sebagai federasi resmi yang berusia lebih tua dari proklamasi kemerdekaan negeri ini. Yang jelas, SK pembekuan dari Menpora yang jadi picu sanksi FIFA dan akibatkan sepakbola nasional mati suri berlaku hingga kini.
Keputusan final Pengdilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan desakan berbagai elemen, termasuk Wapres RI Jusuf 'JK' Kalla dan Komisi X DPR-RI, tak digubris. Didukung Presiden RI Joko 'Jokowi' Widodo, Imam selaku Menpora bersama timnya bergeming. Dampak negatif berupa kerugian moril dan materil dianggap tak penting.
Semua berawal dari manuver Menpora terbitkan SK sanksi administratif terhadap PSSI. SK Menpora paksa PSSI hentikan kompetisi resmi di semua level. Program kerja yang tengah digencarkan buat benahi sepakbola nasional pun tak bisa dilanjutkan.
Terkait kompetisi, Komite Eksekutif PSSI gunakan dalil force majeure karena Menpora desak Kapolri tak keluarkan izin keramaian bagi klub. Berbagai cara ditempuh PSSI demi selamatkan sepakbola nasional, tapi tetap saja mentok di hadapan kepentingan sektoral. Kusut, sanksi FIFA pun berlaku per 30 Mei 2015.
FIFA menilai pemerintah ikut campur dalam kegiatan sepakbola nasional. Sesuai statuta FIFA, pihak ke-3 dilarang campuri urusan federasi sepakbola di negara mana pun yang jadi anggota FIFA, termasuk Indonesia. FIFA sempat berikan batas waktu hingga 29 Mei 2015, toh Menpora dan timnya cuek bebek.
Kini, ketika jalan tengah disepakati lewat pembentukan Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI, Menpora tetap saja ngeyel. Menpora amoh sertakan personel di Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI yang diisi perwakilan Istana Negara, PSSI, PT Liga Indonesia (LI), Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Asosiasi Sepakbola Wanita Indonesia (ASWI), dan KONI Pusat.
Koimite Ad-Hoc Reformasi PSSI sudah 2 kali gelar pertemuan. Ironisnya, perwakilan dari Kemenpora belum juga hadir dan terlibat. Agum, Ketua Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI, pun jengkel. Ia mengaku tak habis pikir kenapa pihak Kemenpora tak kunjung bersikap kooperatif.
"Saya sampai minta tolong ajudan saya buat minta izin bertemu Menpora. Saya ingin jelaskan kepada pemerintah tentang fokus kerja Komite Ad-Hoc PSSI. Tapi, upaya saya tak direspon hingga kini. Saya malah dapat kabar kalau ingin bertemu Menpora harus kirim surat dulu," papar Agum.
Tujuan Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI adalah benahi situasi sepakbola Indonesia sebelum Kongres FIFA pada Februari 2016. Momen itu bakal digunakan FIFA buat akhiri atau lanjutkan sanksi terhadap sepakbola Indonesia. Jika tak rampung hingga Februari 2016, Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI kawal sepakbola Indonesia hingga Mei 2016.
Pengajuan pembentukan Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI dikabulkan FIFA. Itu diputuskan Komite Eksekutif FIFA saat gelar rapat Kamis (3/12). Sayang, proses itu justru dimentahkan pihak Menpora. Sejak kunjungan delegasi FIFA ke Indonesia, Menpora ogah kirim wakil ke Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI.
Menpora keukeuh berpegang pada kesepakatan dengan delegasi FIFA, yaitu pembentukan tim kecil. Bagi Menpora, tim kecil lebih efektif sebagai penghubung komunikasi FIFA dan pemerintah Indonesia. Padahal, pembentukan Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI sejalan dengan permintaan Presiden Jokowi. Aneh, tapi nyata.
Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI
Ketua: Agum Gumelar
Wakil ketua: IGK Manila (anggota dewan pertimbangan Presiden RI)
Anggota:
-Tommy Welly (PSSI)
-Bambang Pamungkas (APPI)
-Joko Driyono (PT LI)
-Monica Desideria (sepakbola wanita)
-Mahfudin Nigara (KONI)
Manuver Menpora & 7 Poin Pementah
1. PSSI dan sepakbola Indonesia adalah bagian dari sepakbola dunia yang dipayungi FIFA. Ada regulasi dan statuta yang harus dihormati bersama. Upaya perbaikan tak bisa abaikan rambu-rambu yang berlaku.
2. Prestasi timnas Indonesia memang belum sesuai harapan. Tapi, itu bukan alasan buat obok-obok PSSI yang saat ini sudah on the track. Kompetisi dan timnas mulai ditata lebih baik hingga ke penjejangannya meski pengurus PSSI yang sekarang belum genap 2 tahun bekerja setelah tercabik kisruh dan dualisme 2011-2013. Bahkan, PSSI saat ini mandiri, mampu bukukan surplus dana, dan tak lagi bergantung APBN.
3. Sebaiknya Menpora tak menciptakan jalur baru yang tidak beralasan dan membuat situasi jadi tumpang tindih, bahkan langgar rambu-rambu yang berlaku global. Pembekuan PSSI jelas tak relevan, bahkan kontra produktif bagi gerak pembangunan berbasis kreativitas rakyat yang diusung Kabinet Kerja pimpin Presiden Jokowi.
4. Sesuai nama jabatannya, Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) dan bukan Menpola (Menteri Pemuda dan Sepakbola), Imam dan staf ahli Kemenpora harus berpikir dan bertindak strategis terkait olahraga nasional secara keseluruhan. Perhatikan pencapaian semua cabor Indonesia yang terus merosot di SEA Games, Asian Games, Olimpiade,
Asian Beach Games, dan single event lain. Pikirkan pula solusi atas dualisme KOI-KONI Pusat dan keberadaan Satlak Prima yang tidak efektif dan boros.
5. Menpora sebaiknya fokus berjuang yakinkan Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi buat posisikan olahraga sebagai bidang prioritas negara. Bidang lain macam pendidikan, perekonomian, maritim, dan lainnya memang penting, tapi saatnya olahraga yang bersifat multidimensi dijadikan prioritas. Olahraga itu hebat, keren, sehat, konstruktif, mempersatukan, serap tenaga kerja, dan angkat derajat bangsa jika didukung political will yang jelas dari pengelola negara.
6. Urus PSSI, kompetisi, timnas, dan banyak faktor penting lain terkait sepakbola di negeri ini tak ubahnya urus miniaturnya Indonesia. Butuh energi, dana, etos, program kerja, dan komitmen besar. Ada sejumlah kendala, termasuk soal perizinan dan infrastktur. Di sisi ini, Menpora mestinya bantu dapatkan solusi konkret.
7. Keputusan bekukan PSSI sama sekali bukan solusi bijak dan cerdas. Memperbaiki sesuatu tak harus dengan cara menghancurkan. Pembekuan PSSI adalah penghancuran. Begitu banyak yang dipertaruhkan, termasuk hajat hidup para pesepakbola, pelatih, wasit, ofisial klub sampai tukang rumput stadion, usaha apparel, dan lainnya. Yang dibutuhkan adalah perbaikan konkret dengan tetap hormati mekanisme dan rambu-rambu.