Rijsbergen Bukan Motivator
(Foto: Sportiplus)
BUKAN cuma kalah terus, tapi juga hancur berkeping. Begitulah nasib timnas senior Indonesia. Kian terbukti Wim Rijsbergen bukanlah motivator bagi pasukannya.
BUKAN cuma kalah terus, tapi juga hancur berkeping. Begitulah nasib timnas senior Indonesia. Kian terbukti Wim Rijsbergen bukanlah motivator bagi pasukannya.
Lima kali bertanding di putaran 3 Grup E Pra Piala Dunia 2014 Zona Asia, lima kali pula meninggalkan lapangan dengan tangan kosong. Kalah melulu, bahkan dengan kebobolan gol terbilang banyak pula.
Setelah dipastikan tersisih dari perebutan tiket ke putaran 4 akibat takluk dari Qatar, Jumat (11/11), penderitaan Bambang 'Bepe' Pamungkas kian komplet ketika menjamu Iran di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Selasa (15/11) malam.
Tanpa ampun, di kandang sendiri yang kosong melompong, timnas senior dikuliti 4-1. Gilanya lagi, tiga gol Iran berturut-turut mengoyak jala gawang Hendro Kartiko hanya dalam tempo 24 menit pertama.
Tentu, bukan bermaksud sewenang-wenang menyudutkan Rijsbergen selaku pelatih kepala timnas senior jika kemudian sorotan kembali mengarah ke mantan pemain nasional Belanda itu. Cuma, mau tak mau, buntut dari lima kekalahan beruntun itu memang layak dikaitkan dengan kapasitas kinerjanya.
Sebetulnya, kredibilitas Rijsbergen sudah dikoreksi banyak pihak sejak timnas senior gagal memenangi duel dengan Bahrain di SUGBK bulan lalu. Koreksi makin keras karena Rijsbergen kemudian seperti cuci tangan dengan menyatakan pemainnya tak layak tampil di level Pra Piala Dunia.
Gesekan Rijsbergen dengan sejumlah pemain yang berani bersikap itu sempat memancing konflik yang menyeret PSSI. Selain publik, tak sedikit pegiat sepakbola di Tanah Air bersepakat agar PSSI sebaiknya memutus kontrak kerja Rijsbergen.
Toh, PSSI bergeming. Bahkan, alih-alih memandang laga timnas senior di Pra Piala Dunia jauh lebih penting dari SEA Games XXVI, jadwal pertandingan Grup A cabang sepakbola SEA Games di SUGBK pun terpaksa diubah.
Laga kelima putaran 3 Grup E Pra Piala Dunia 2014 Zona Asia melawan Iran dianggap pengurus PSSI lebih terhormat dan vital ketimbang perjuangan armada Garuda Muda di Grup A SEA Games XXVI. Padahal, faktanya, aksi dan hasil yang dicapai membuktikan kebalikannya.
Ya, aksi dan hasil armada Garuda Muda besutan Rahmad 'RD' Darmawan begitu heroik dan membanggakan publik Indonesia. Tiket semifinal diraih berkat tiga kemenangan manis atas Kamboja, Singapura, dan Thailand. Laga tersisa Grup A melawan Malaysia, Kamis (17/11), hanya untuk menentukan juara grup.
Sebaliknya, di tengah euforia menikmati rangkaian kemenangan armada Garuda Muda dan mengalirnya emas demi emas dari berbagai arena pertandingan SEA Games XXVI, timnas senior asuhan Rijsbergen mengusik kawasan Senayan dengan kekalahan memalukan.
Memang, PSSI bertahan dengan Rijsbergen plus timnas asuhannya yang sama sekali tak bertaji itu. Tapi, yang pasti, suara minor soal sang meneer kembali mengencang.
Rijsbergen dianggap sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas penampilan dan hasil buruk timnas senior Indonesia. Kian banyak pihak menghujatnya, termasuk dari pendukung setia sepakbola nasional.
Gaya melatih Rijsrbergen yang pasif dan kalem termasuk yang dikritik. Publik dengan mudah membandingkan aksi dan ekspresi para pelatih lain yang biasa berteriak-teriak di pinggir lapangan guna mengarahkan sekaligus memotivasi pemainnya, sedangkan Rijsbergen cenderung banyak duduk di bench dan asyik mencatat ini-itu.
Sindiran terhadap salah satu bentuk kelemahan Rijsbergen itu bukan hanya datang dari para pendukung dan pegiat sepakbola nasional, tapi juga dari para pemain timnas senior sendiri. Salah satunya adalah Hamka Hamzah.
Lewat akun Twitter-nya, Hamka menulis, "Seorang Carlos Queiroz (pelatih Iran) yang pemainnya sudah pasti unggul dari pemain kita saja tetap memberikan instruksi dan motivasi dari pinggir lapangan."
Itu ungkapan tulus dan polos Hamka tentang sosok pria tua yang jadi pelatihnya di timnas senior. Dan, yang ditulis Hamka itu memang obyektif.
Lihat saja bagaimana Jose Mourinho, Pep Guardiola, Fabio Capello, bahkan RD mencurahkan perhatian dan energinya di pinggir lapangan. Tujuannya jelas: mengarahkan sekaligus memotivasi pemainnya yang sedang berjuang memburu kemenangan di lapangan.
Intinya, di satu sisi ini saja, celah dan kelemahan Rijsbergen sudah begitu kentara. Semua orang bisa melihatnya dengan mata telanjang. Rijsbergen, tak pelak, bukan tipikal pelatih yang mampu jadi motivator yang baik bagi pemainnya.
Padahal, sebuah tim sepakbola yang baik dan bermutu dibentuk lewat proses yang mengkaitkan banyak hal. Bukan cuma teknis, utak-atik formasi, fisik, skill, fasilitas, dan dana. Di dalamnya juga ada unsur non-teknis seperti mental, psikis, leadership, dan tentu saja kepekaan sang pelatih untuk membakar determinasi pemainnya.
Ironisnya, justru unsur penting itu tak dipunyai Rijsbergen. Ungkapan tulus dan polos Hamka menguatkan fakta itu.
Jadi lebih ironis ketika PSSI ternyata keukeuh mempertahankan Rijsbergen dengan dalih bisa maju ke putaran 3 Pra Piala Dunia 2014 Zona Asia adalah prestasinya.
Untungnya, di balik itu, masih ada RD dan armada Garuda Muda-nya. Merekalah yang mampu menjaga antusiasme publik datang berduyun ke stadion memberikan semangat, unsur yang juga sangat dibutuhkan dalam atmosfer olahraga.
Tanpa mereka, kita patut khawatirkan ini: antusiasme publik bisa-bisa luntur terlebur ketumpulan Rijsbergen berbalut sikap tutup mata PSSI.
So sorry, meneer...