"Sepakbola Butuh Penjiwaan..."
Reva Deddy Utama, Pemimpin Redaksi antv & Wakil Pemimpin Redaksi TVOne yang juga pegiat sepakbola.
SEPAKBOLA itu multidimensi. Bukan cuma permainan 11 kontra 11 orang, lalu gulirkan bola buat bikin gol. Sepakbola butuh penjiwaan, apalagi mengurusinya. Tanpa itu, sepakbola niscaya beku.
Sejak berdiri 19 April 1930, dalam perjalanan yang lebih panjang dibandingkan usia kemerdekaan NKRI, baru kali ini Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dibikin mati suri. Masih ada, bahkan pengurusnya pun baru terbentuk lewat Kongres Luar Biasa (KLB) tahun lalu, tapi tak diakui pemerintah.
SK pembekukan dari Menpora Imam Nahrawi terhadap PSSI yang berbuntut sanksi FIFA membuat roda organisasi maupun program kegiatan resmi sepakbola nasional sontak berhenti. Jangankan tim nasional, kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015 pun cuma sempat putar 3 laga karena akhirnya harus stop semua.
Pegiat dan pecinta sejati sepakbola nasional bereaksi. Komisi X DPR-RI bersuara lantang. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sudah pula keluarkan keputusan final yang menyatakan SK pembekuan Menpora harus dicabut. Bahkan, Wapres RI Jusuf 'JK' Kalla pun keras berseru. Toh, semua itu dianggap angin lalu.
Sampai kapan situasi runyam dan memalukan seperti ini dibiarkan, padahal begitu banyak pihak dirugikan dan momen Asian Games XVIII-2018 juga terus mendekat?
Tak ada yang bisa menjawab. Yang jelas, upaya FIFA dukung pembentukan tim Ad-Hoc Reformasi PSSI agar sepakbola Indonesia segera terbebas dari sanksi tak pula direspon Menpora. Jika terus buntu, sanksi FIFA bakal berlanjut. Sepakbola Indonesia kian terkucil, Asian Games XVIII-2018 tak mustahil terusik.
Terkait semua itu, www.sportiplus.com berbincang dengan Reva 'RDU' Deddy Utama, mantan pesepakbola yang begitu cinta olahraga dan sejak 1987 mengembara di belantara media. Ia kini petinggi di antv dan TVOne. Penuh semangat, pria murah senyum ini gamblang menjawab sederet pertanyaan. Berikut petikannya:
Apakah SK pembekuan terhadap PSSI bisa disebut sebagai langkah bijak?
Mestinya tak perlu begitu. Lihat FIFA. Berbekal data otentik, interpol jerat oknumnya. Kasus itu pun memaksa Sepp Blatter mundur dari jabatannya selaku Presiden FIFA, padahal ia baru saja terpilih kembali. Kasusnya pun bergulir hingga kini. Toh, FIFA tetap beroperasi dan kompetisi resmi di level internasional tetap bergulir.
Jika memang pemerintah anggap banyak yang tidak beres di PSSI dan lingkungan sepakbola nasional, telusuri dan buktikan. Proses secara hukum jika betul ditemukan penyimpangan. Proses didasari bukti dan saksi seperti terhadap FIFA. Jangan cuma dengan asumsi atau apriori. Jika betul ada mafia, ciduk oknumnya. Bukan lembaganya.
PSSI, kompetisi resmi, dan timnas kini vakum total. Apa dampaknya?
Semua merugi. Bukan cuma PSSI, PT Liga Indonesia, klub, pelatih, pemain, dan pengurus. Perbaikan di banyak sisi pada 2 tahun terakhir pasca dualisme patah di tengah jalan. Sepakbola Indonesia terkucil dari lingkungan internasional tentu bukan situasi yang diinginkan. Upaya perbaikan tak harus dengan cara mematikan.
Apakah turnamen macam Piala Kemerdekaan, Piala Presiden, dan Piala Jenderal Sudirman layak dijadikan solusi alternatif?
Itu memang jadi obat di tengah kebekuan sepakbola nasional. Tapi, itu bukan solusi sesungguhnya. Sebab, turnamen hanya temporer. Turnamen juga tak punya muara, apalagi dalam situasi disanksi FIFA seperti ini. Seperti di negara lain, sepakbola nasional butuh kompetisi resmi, regular, berkelanjutan, dan punya muara yang jelas.
Menurut Anda, sampai kapan kebekuan ini berlanjut dan apa yang sebaiknya dilakukan agar situasi tak berlanjutan?
Sebagai bagian dari insan pecinta sepakbola nasional, saya berharap saatnya Menpora bersikap kooperatif. Sertakan segera perwakilan ke tim Ad-Hoc Reformasi PSSI. Bahas segala poin penting dan melangkah bersama demi selamatkan sepakbola nasional. Tak usah lagi bicara siapa salah dan siapa benar. Sepakbola nasional butuh solusi.
Perbaikan kondisi dan prestasi sepakbola nasional tak mungkin dicapai di tengah konflik. Semua elemen terkait perlu duduk bersama. Buang ego dan arogansi. Jika betul semua ingin sepakbola nasional sehat dan maju, buktikan itu dengan cara saling dukung dan tetap hormati regulasi. Itu terwujud, sepakbola nasional hidup lagi.
Anda yakin situasi kondusif itu bisa dicapai sebelum nasib sepakbola Indonesia dibahas di Kongres FIFA pada Februari 2016?
Saya berpikir dan berharap positif saja. Makin banyak pihak yang berpikir dan berharap positif, tentu dampaknya besar. Saya percaya tak seorang pun yang bernalar sehat di negeri ini senang jika kebekuan PSSI dan sepakbola nasional berkepanjangan. Saya sepakat PSSI dan sepakbola nasional dibenahi, bukan justru dimatikan.
Apa yang bakal terjadi jika situasi kondusif menuju solusi konkret dan konstruktif itu tak tercapai?
Sekali lagi, semua pihak merugi. Bukan cuma pengelola klub, pelatih, pemain, wasit, dan perangkat pertandingan berikut keluarganya, tapi juga suporter, para pedagang kecil, produsen aparel, dan banyak pihak lain. Sepakbola nasional terkucil dari lingkup internasional sepatutnya membuat bangsa ini tergores dan malu.
Bakal kian riskan karena Indonesia tengah bersiap jadi tuan rumah Asian Games XVIII-2018. Konfederasi Olimpiade Asia (OCA) bakal bersidang pada Juni 2016. Yang saya dengar, soal sanksi FIFA terhadap Indonesia jadi bagian penting yang dibahas. Tentu, pemerintah selayaknya perhatikan berbagai kemungkinan yang bisa muncul.
Menurut Anda, dengan cara seperti apa sepakbola nasional sebaiknya digulir dan dikelola?
Buat saya, sepakbola itu multidimensi. Sepakbola tak melulu soal teknis. Banyak unsur dilibatkan di dalamnya. Ada semangat, disiplin, etika, kejujuran, kekompakan, keriangan, persaingan, persahabatan, kehormatan, peraturan, manajemen, bahkan juga sisi industri. Semua itu butuh penjiwaan, apalagi dalam pengelolaannya.
Di era lalu, pemilik dan pengelola klub berangkat dari penjiwaan yang didasari hobi dan cinta sepakbola. Bukan semata digerakkan pertimbangan bisnis atau pencitraan. Main atau mengurus tanpa penjiawaan yang baik dan tulus, sepakbola bakal berjalan tanpa ruh. Sepakbola bakal beku karena agar penggeraknya tak kuat.
RDU & Data Diri
Nama lengkap: Reva Deddy Utama
Kelahiran: Padang, 1 Mei 1959
Status: Menikah
Profesi: Pemimpin Redaksi antv, Wakil Pemimpin Redaksi TVOne
Hobi: Olahraga