"Suporter Pun Perlu Diapresiasi"
(Foto: Sportiplus)
RIVALITAS suporter kerap jadi problem serius. Agar kondusif, Agum Gumelar bicara apresiasi buat suporter terbaik.
RIVALITAS suporter kerap jadi problem serius. Agar kondusif, Agum Gumelar bicara apresiasi buat suporter terbaik.
Sepakbola bukan lagi sebatas olahraga. Sepakbola sudah jadi industri besar, termasuk di Indonesia. Itu karena sepakbola punya pasar begitu besar dan luas. Di Tanah Air, sepakbola memagnet segala lapisan dalam denyut kehidupan publik.
Bentuk kecintaan publik kepada sepakbola pun beragam. Bahkan, tak sedikit yang rela lakukan apa saja demi tim kesayangan. Tengok aksi mereka yang masuk kelompok suporter. Seperti tim yang didukung, mereka juga terlibat rivalitas antarsuporter. Buat kalangan produsen, mereka adalah target market.
Cuma, sayangnya, rivalitas suporter sepakbola di Indonesia kerap mengarah destruktif. Perseteruan sejumlah kelompok suporter malah begitu sulit diredam. Sebut saja The Jakmania (Persija Jakarta) dengan Viking (Persib Bandung) dan Aremania (Arema Cronus Indonesia) dengan Bonek (Persebaya Surabaya).
Sah-sah saja mereka saling tunjukkan kecintaan kuat buat tim kesayangan. Tapi, jika kecintaan itu diwujudkan tanpa kendali, tentu berakibat buruk. Bentuk rivalitas tanpa batas itu membuat banyak pihak dirugikan. Korban nyawa pernah pula jatuh di negeri ini.
Sudah banyak pihak ke-3 yang berupaya damaikan kelompok suporter yang berseteru tanpa indahkan etika dan regulasi. Meski begitu, sepanjang tak didasari kesadaran dan niat baik dari masing-masing pihak, upaya itu tak bakal efektif. Agum yang sempat nakhodai PSSI pada 1999-2003 bicara soal itu. Berikut petikan wawancara www.sportiplus.com dengan Agum:
Apa pendapat Anda tentang rivalitas antarkelompok suporter sepakbola di Indonesia?
Fanatisme suporter itu bagus. Tapi, semua tetap harus diekspresikan secara positif. Masih wajar jika suporter datang ke stadion dengan atribut, beli tiket, dukung tim lewat chants dan nyanyian-nyaian andalan, bahkan rela tidur di mana saja demi lihat langsung tim kesayangan beraksi.
Yang tidak lagi wajar dan negatif adalah jika fanatisme itu mengarah ke hooliganisme. Semua pihak terkait urusan sepakbola di negeri ini harus saling dukung dan berjuang bersama buat cegah efek negatif dari fanatisme suporter.
Bagaimana seharusnya pihak keamanan berperan dalam upaya mencegah kejadian yang tak diinginkan dari rivalitas antarkelompok suporter yang berseteru?
Tidak bisa cuma andalkan pihak kepolisian soal itu. Faktor keamanan adalah masalah bersama. Aparat memang punya tugas berikan efek jera, tapi PSSI juga harus tegas. Begitu pula klub. Jika semua pihak sudah mantap, faktor terpenting adalah kesadaran setiap individu. Khususnya mereka yang menyatakan diri sebagai suporter tim tertentu.
Semua warga negara wajib tahu dan paham soal aturan. Di segala bidang juga ada aturan. Jika terus dilanggar dengan alasan kepentingan tertentu, pasti semua jadi kacau. Kondisi sepakbola Indonesia mulai kondusif. Itu harus dijaga bersama.
Anda punya cara ampuh buat redam rivalitas berlebihan antarkelompok suporter?
Saya percaya banyak cara bisa digunakan buat kendalikan situasi terkait rivalitas antarkelompok suporter. Bagi saya, kini saatnya federasi coba kikis sisi negatif rivalitas berlebihan itu dengan cara berikan apresiasi. Bentuknya bisa berupa penghargaan bagi kelompok suporter terbaik, yaitu kelompok yang selalu santun, jaga etika, patuhi regulasi, dan jauhi anarki.
Saya sempat terapkan cara itu pada Liga Indonesia VI-2000. Sebagai apresiasi atas aksi kondusif dan positif kelompok suporter, saya datang ke Malang dengan bawa paket hiburan dari artis ibukota. Itu bisa jadi salah 1 cara. Rewards bisa dalam bentuk lain. Yang pasti, kelompok suporter juga perlu diapresiasi. Bukan cuma klub, pemain, pelatih, dan wasit. Apa jadinya sepakbola tanpa suporter?
Tentu masih ada faktor lain yang perlu dicermati dalam mengawal rivalitas antarkelompok suporter...
Itu jelas. Sebut saja pihak klub. Setiap klub yang bertanding harus sadar kalau mereka adalah panutan. Di era saya, 3 unsur saya haramkan, yakni baku hantam antarpemain di lapangan, melawan keputusan wasit dengan cara berlebihan, dan suap.
Jika diterapkan dengan benar, 3 unsur itu bisa ikut meredam rivalitas berlebihan antarkelompok suporter. Mereka bakal segan karena seisi klub yang didukung selalu perlihatkan keteladanan.
Kondisi PSSI dan sepakbola nasional mulai kondusif. Selain kesadaran dari pihak terkait, Anda berkontribusi dengan berulang kali turun tangan, termasuk saat jadi Ketua Normalisasi PSSI. Poin penting apa yang Anda maknai dari rangkaian proses itu?
Bagi saya, sepakbola adalah kepentingan bangsa. Ketika terima mandat FIFA buat jadi Ketua Normalisasi PSSI, saya pun langsung nyatakan sanggup. Saya niatkan lakukan yang terbaik di tengah situasi kisruh. Apalagi, sepakbola adalah olahraga yang saya cintai sejak kecil.
Poin pentingnya adalah fakta kalau pembinaan yang baik menuju penguatan prestasi hanya bisa dicapai dengan dukungan situasi kondusif. Kalau kisruh terus, bisa apa kita? Dengan bersatu dan saling dukung dalam artian positif, kekuatan bisa dibangun. Potensi sepakbola Indonesia luar biasa besar. Kini, dengan bersatu, titik terang sepakbola Indonesia mulai muncul. Saya berharap situasi ini dijaga.
Apa harapan Anda bagi PSSI dan timnas Indonesia di berbagai jenjang usia?
Saya dan publik pun tahu situasi saat ini jauh lebih baik, jauh lebih kondusif. PSSI kini bisa lebih fokus bekerja dan berjuang tingkatkan prestasi timnas Indonesia. Dari sisi saya pribadi, tentu saya ingin lihat timnas Indonesia jadi yang terbaik mulai di Asia Tenggara, lalu Asia, dan seterusnya.